Senin, 26 Januari 2015

AL-GHUMAISHA BINTI MILHAN

(UMMU SULAIM)


Ummu Sulaim adalah seorang wanita keturunan bangsawan dari kabilah Anshar suku Kharaj yang memiliki sifat keibuan dan berwajah manis menawan. Selain itu, ia juga berotak cerdas, penuh kehati-hatian dalam bertingkah laku, dewasa dan berakhlak mulia. Sehingga, pamannya yang bernama Malik bin Nadhar melirik dan mempersuntingnya.

Pada saat Rosulullah SAW menyerukan dakwah menuju tauhid, tanpa keraguan lagi Ummu Sulaim langsung memeluk agama islam. Namun suaminya, Malik bin Nadhir sangat marah saat mengetahui bahwa istrinya telah masuk islam. Dengan dada gemuruh karena emosi, Malik berkata pada Ummu Sulaim, ‘engkau kini telah terperangkap dalam kemurtadan’.

‘aku tidak murtad, justru aku kini telah beriman’, jawab Ummu Sulaim dengan mantap. Ummu Sulaim tanpa bosan berusaha melatih anaknya, Anas yang masih kecil untuk mengucapkan kalimat syahadat. Melihat kesungguhan istrinya serta pendiriannya yang teguh, membuat Malik bin Nadhir bosan dan tak mampu mengendalikan amarahnya. Ia kemudian bertekad untuk meninggalkan rumah hingga istrinya mau kembali ke ajaran nenek moyang. Ia pun pergi dengan wajah suram. Namun ia terbunuh oleh musuhnya di tengah perjalanan.

Saat mendengar kabar kematian suaminya, dengan ketabahan yang mengagumkan, Ummu Sulaim berkata, ‘aku akan tetap mmenyusui Anas hingga ia tak mau menyusu lagi. Dan sekali-kali aku tidak akan menikah lagi hingga Anas yang menyuruhku’. Setelah Anas agak besar, Ummu Sulaim dengan malu-malu mendatangi Rosulullah SAW dan meminta agar beliau bersedia menerima Anas sebagai pembantunya. Rasulullah SAW pun menerima Anas dengan rasa gembira. 

Dari semua keputusannya itu, Ummu Sulaim kemudian banyak dibicarakan orang dengan rasa kagum. Pun bangsawan Abu Thalhah tak luput memperhatikan itu. Dengan rasa cinta dan kagum yang tak dapat disembunyikan, ia langsung melangkahkan kakinya ke rumah Ummu Sulaim untuk melamarnya dan menawarkan mahar yang mahal. 

            An-Nasai neriwayatkan dari hadist Anas, ia mengatakan, ‘Abu Thalhah (datang) melamar lalu Ummu Sulaim berkata, “Demi Allah, orang semisalmu wahai Abu Thalhah, tidak akan ditolak. Tapi engkau adalah pria kafir sedangkan aku wanita muslimah. Dan tidak halal bagiku menikahimu. Jika engkau masuk islam, maka itulah maharku. Dan aku tidak meminta padamu selainnya”. 

‘Tapi, aku tidak mengerti siapa yang akan menjadi pembimbingku’, tanya Abu Thalhah. ‘Tentu saja pembimbingmu adalah Rasulullah SAW sendiri’, tegas Ummu Sulaim. Maka, Abu Thalhah pun bergegeas pergi menjumpai Rasulullah SAW yang saat itu tengah duduk bersama para sahabatnya. Melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah SAW berseru, “Abu Thalhah telah datang pada kalian dan cahaya islam tampak pada kedua bola matanya”.

Ketulusan hati Ummu Sulaim benar-benar terasa mengharukan relung hati Abu Thalhah. Ummu Sulaim hanya akan mau dinikahi dengan keislamannya tanpa tergiur sedikitpun oleh kenikmatan duniawi yang dijanjikan Abu Thalhah. Hingga tanpa terasa, di hadapan Rasulullah SAW lisan Abu Thalhah bersyahadat, “aku mengikuti ajaranmu wahai Rasulullah. Aku bersaksi bahwa tidak ada illah yang berhak diibadahi kecuali Allah SWT dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusanNya”.    

Ummu Sulaim tersenyum haru dan berpaling pada anaknya Anas, ‘bangunlah wahai Anas’.  Maka, menikahlah Ummu Sulaim dan Abu Thalhah dengan islam sebagai maharnya. Tsabit berkata, ‘aku tidak mendengar seorang wanitapun yang lebih mulia maharnya dibanding Ummu Sulaim, (maharnya) yaitu islam. 

Tak lama kemudian, Allah SWT mengkaruniakan anak pada Ummu Sulaim dan Abu Thalhah yang diberi nama Abu Umair. 

Suatu saat, Abu Umair jatuh sakit sehingga membuat cemas ayah dan ibunya. Padahal, ia adalah kesayangan Abu Thalhah. Jika Abu Thalhah pulang dari pasar, yang pertama kali ditanyakan adalah keadaan putranya. Bila Abu Thalhah belum melihat Abu Umair, ia belum merasa tenang.

 Tepat pada waktu sholat, seperti biasa Abu Thalhah pergi ke masjid. Tak lama kemudian, Abu Umair menghembuskan naps terakhirnya. Ummu Sulaim lantas menidurkan putranya di atas kasur dan berulang berujar, ‘inna lillahi wa inna ilaihi rojiun’. Dengan suara berbisik, Ummu Sulaim berpesan pada keluarga, ‘jangan sekali-kali kalian memberitahukan perihal putranya pada Abu Thalhah sampai aku sendiri yang memberitahunya’.


            Anas bin Malik meriwayatkan bahwa ketika Abu Thalhah kembali, dia bertanya, ‘bagaimana anakku?’. Ummu Sulaim menjawab, ‘ia dalam keadaan sangat tenang’ seraya menghidangkan makan malam dan Abu Thalhah memakannya.

            Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Ummu Sulaim berkata, ‘jangan beritahukan Abu Thalhah tentang kematian anaknya’. Kemudian, ia melakukan tugasnya sebagai seorang istri kepada suaminya. Lalu, suaminya melakukan hubungan intim dengan Ummu Sulaim. Setelah suaminya terlelap, Ummu Sulaim memuji Allah karena berhasil menentramkan suaminya perihal putranya.
 

Akhir malam, Ummu Sulaim berkata pada suaminya, ‘Wahai Abu Thalhah, bagaimana pendapatmu bila keluarga si fulan meminjam suat pinjaman lalu memanfaatkannya. Kemudian, ketika pinjaman itu diminta, mereka tidak suka’.

            Abu Thalhah menjawab, ‘mereka tidak adil’. Ummu Sulaim berkata, ‘sesungguhnya anakmu, fulan, adalah pinjaman dari Allah dan Allah telah mengambilnya’. Abu Thalhah beristirja (mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi rojiun) dan memuji Allah seraya mengatakan, ‘demi Allah, aku tidak akan membiarkanmu mengalahkanku dalam kesabaran’.

            Pada pagi harinya, Abu Thalhah datang pada Rasulullah SAW. Tatkala Rasulullah SAW melihatnya, beliau bersabda, “Semoga Allah memberkahi kalian berdua di malam hari kalian”.

            Sejak malam itu, keberkahan mencakup Abdullah bin Abi Thalhah. Tidak ada kaum Anshar, seorang pemuda yang lebih baik darinya. Dari Abdullah tersebut, lahirlah banyak anak. Abdullah tidak meninggal hingga dia dikaruniai 10 anak yang semuanya hafal Al-Quran. Abdullah sendiri, wafat di jalan Allah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar