Minggu, 01 Februari 2015

MUADZ BIN JABAL

Muadz bin Jabal dikirim nabi ke Yaman untuk membimbing kaum muslimin dan mengajari mereka tentang seluk-beluk agama. Sehingga, ketika Rasulullah SAW wafat, Muadz masih berada di Yaman. Umar tahu bahwa Muadz telah menjadi orang kaya. Maka, Umar mengusulkan pada Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq agar kekayaan Muadz dibagi dua. Namun, tanpa menunggu jawaban Abu Bakar, Umar segera pergi ke rumah Muadz dan mengemukakan masalah tersebut.

Muadz adalah orang yang bersih tangan dan hatinya. Seandainya sekarang ia telah kaya raya, maka kekayaannya itu diperoleh secara halal, tidak pernah diperolehnya secara dosa bahkan juga tidak menerima barang yang syubhat. Oleh karenanya, usul Umar ditolak dan alasan yang dikemukakannya dipatahkan dengan alasan pula. Umar berpaling dan meningggalkan Muadz.

Pagi-pagi keesokan harinya, Muadz segera pergi ke rumah Umar. Demi sampai di sana, Umar dirangkul dan dipeluknya, sementara air mata mengalir mendahului perkataannya seraya berkata, ‘malam tadi saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air hingga saya cemas akan tengelam. Untunglah anda datang hai Umar, mennyelamatkan saya’. Kemudian, Umar dan Muadz datang pada Abu Bakar. Muadz meminta pada khalifah untuk mengambil setengah hartanya. 

‘tidak suatu pun yang akan aku ambil darimu, ‘ujar Abu Bakar Ash-Shiddiq. ‘sekarang, harta itu telah halal dan jadi harta yang baik,’ kata Umar menghadapkan pembicaraannya pada Muadz. Andai diketahuinya bahwa Muadz memperoleh harta itu dari jalan yang tidak baik, maka tidak satu dirham pun akan disisakan Abu Bakar.

Namun, Umar tidak pula berbuat salah dengan melemparkan tuduhan atau menaruh berbagai dugaan terhadap Muadz. Muadz lantas pindah ke Syiria. Tatkala Abu Ubaidah meninggal dunia, Muadz diangkat oleh amirul mukminin Umar sebagai pengganti amir di Syiria. Tapi, hanya beberapa bulan saja Muadz memegang jabatan amir. Muadz lantas dipanggil Allah.

Dalam keadaan sakaratul maut, Muadz bermunajat pada Allah yang Maha Pengasih sambil matanya menatap ke arah langit, “ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut padaMu. Tapi hari ini aku mengharapkanMu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan. Tapi hanya untuk menutup hawa di kala panas dan menghadapi saat-saat yang gawat serta untuk menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan”.

Lalu, diulurkanlah tangannya seolah hendak bersalamandnegna maut. Saat keberangkatannya ke alam ghaib, masih sempat ia mengatakan, “selamat datang wahai maut. Kekasih tiba di saat diperlukan”. Dan nyawa Muadz bin Jabal pun melayanglah menghadap Allah. 

Umar berkata, ‘sekiranya aku mengangkat Muadz sebagai pengganti, lalu ditanya oleh Allah mengapa aku mengangkatnya, maka akan aku jawab, ‘aku dengar nabiMu bersabda, “bila ulama menghadap Allah Azza wa Jalla, pastilah Muadz akan berada di antara mereka”. Sebelum menghembuskan napasnya yang terakhir, Umar pernah ditanya orang, ‘bagaimana jika anda tetapkan pengganti anda?’

Maka, ujar Umar, ‘seandainya Muadz bin Jabal masih hidup, tentu aku angkat ia sebagai khalifah. Dan kemudian bila aku menghadap Allah Azza wa Jalla dan ditanya tentang pengangkatannya, “siapa yang kamu angkat menjadi pemimpin bagi umat manusia?”

Maka akan aku jawab, ‘aku mengangkat Muadz bin Jabal setelah mendengar nabi bersabda, “Muadz bin Jabal adalah pemimpin golongan ulama di hari kiamat”. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar