Sebelum masuk
islam, Hakim bin Hizam mempertanyakan semua kebaikannya di masa jahiliyah
dahulu. Apakah akan mendatangkan pahala baginya. Rasulullah SAW pun
mengatakan, “Engkau masuk islam bersama kebaikan yang telah engkau lakukan
(sebelumnya)”. (HR. Bukhari-Muslim)
Hakim juga pernah berkata pada
Rasulullah SAW, “demi Allah, tidaklah ada (kebaikan) yang aku lakukan pada masa
jahiliyah kecuali aku perbuat misalnya setelah aku masuk islam (karena Allah). Pada
masa jahiliyah, ia pernah memerdekakan 100 budak. Setelah masuk islam, ia pun
melakukan hal yang serupa karena Allah SWT.
Dahulu pernah ia membawa 100 ekor onta pada
musim haji. Itu pun ia lakukan pula setelah masuk islam. Pada suatu musim haji,
di padang Arafah, Hakim bin Hizam membawa 100 budak, 100 onta, 100 sapi dan 100
kambing lalu berkata, “semuanya untuk Allah”.
Pada masa itu, Hakim bin Hizam
merupakan pemilik sah dar sebuah bangunan bersejarah di Mekah bernama Dar An-Nadwah.
Di tempat itu, biasanya para pemuka Quraisy berkumpul danberdiskusi tentang
berbagai hal penting. Rencana jahat pembunuhan terhadap nabi Muhammad SAW
sebelum beliau hijrah juga diputuskan di situ.
Setelah memeluk islam, Hakim
bin Hizam memutuskan untuk menjual bangunan tersebut seharga 100ribu dirham. Abdullah
bin Zubair berkata, “Engkau telah menjual bangunan kehormatan orang Quraisy”.
Dengan bijak, Hakim menjawab, “Wahai putra
saudaraku, kemuliaan dan kehormatan (yang semu kini) telah hilang. Tak ada
kehormatan kecuali denga ketakwaan”. Selanjutnya, hasil penjualan ia infakkan
di jalan Allah “Sungguh, aku akan membelikannya sebuah bangunan di surga. Aku persaksikan
padamu bahwa aku menjadikannya untuk keperluan di jalan Allah”, kata Hakim
melanjutkan.
Ketika Zubair bin Awwam
meningggal dunia akibat terbunuh, Hakim bin Zubair menemui anaknya Zubair
seraya bertanya, “Saudaraku ini (Zubair) berapa hutangnya?” Sang anak menjawab, “sejuta dirham”. Hakim bin
Hizam menawarkan diri untuk menanggung
setengahnya.
Setiap hari, ia mengharapkan ada
orang yang berhajat padanya untuk dibantu. Bila tidak ada yang datang, ia
menganggapnya sebagai sebuah musibah. Ia berkata, “Tidaklah aku berada di pagi
hari sementara tidak ada orang di depan pintu rumahku kecuali aku sadar itu
adalah bagian dari musibah yang aku mohon pada Allah pahala darinya”.