Muadz bin Jabal dikirim nabi ke Yaman untuk
membimbing kaum muslimin dan mengajari mereka tentang seluk-beluk agama. Sehingga,
ketika Rasulullah SAW wafat, Muadz masih berada di Yaman. Umar tahu bahwa Muadz
telah menjadi orang kaya. Maka, Umar mengusulkan pada Khalifah Abu Bakar
Ash-Shiddiq agar kekayaan Muadz dibagi dua. Namun, tanpa menunggu jawaban Abu
Bakar, Umar segera pergi ke rumah Muadz dan mengemukakan masalah tersebut.
Muadz adalah orang yang bersih tangan dan hatinya. Seandainya sekarang
ia telah kaya raya, maka kekayaannya itu diperoleh secara halal, tidak pernah
diperolehnya secara dosa bahkan juga tidak menerima barang yang syubhat. Oleh karenanya,
usul Umar ditolak dan alasan yang dikemukakannya dipatahkan dengan alasan pula.
Umar berpaling dan meningggalkan Muadz.
Pagi-pagi keesokan harinya, Muadz segera
pergi ke rumah Umar. Demi sampai di sana, Umar dirangkul dan dipeluknya,
sementara air mata mengalir mendahului perkataannya seraya berkata, ‘malam tadi
saya bermimpi masuk kolam yang penuh dengan air hingga saya cemas akan
tengelam. Untunglah anda datang hai Umar, mennyelamatkan saya’. Kemudian, Umar
dan Muadz datang pada Abu Bakar. Muadz meminta pada khalifah untuk mengambil
setengah hartanya.
‘tidak suatu pun yang
akan aku ambil darimu, ‘ujar Abu Bakar Ash-Shiddiq. ‘sekarang, harta itu telah
halal dan jadi harta yang baik,’ kata Umar menghadapkan pembicaraannya pada
Muadz. Andai diketahuinya bahwa Muadz memperoleh harta itu dari jalan yang
tidak baik, maka tidak satu dirham pun akan disisakan Abu Bakar.
Namun, Umar tidak pula berbuat salah dengan melemparkan
tuduhan atau menaruh berbagai dugaan terhadap Muadz. Muadz lantas pindah ke
Syiria. Tatkala Abu Ubaidah meninggal dunia, Muadz diangkat oleh amirul
mukminin Umar sebagai pengganti amir di Syiria. Tapi, hanya beberapa bulan saja
Muadz memegang jabatan amir. Muadz lantas dipanggil Allah.
Dalam keadaan sakaratul maut, Muadz
bermunajat pada Allah yang Maha Pengasih sambil matanya menatap ke arah langit,
“ya Allah, sesungguhnya selama ini aku takut padaMu. Tapi hari ini aku
mengharapkanMu. Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa aku tidaklah mencintai dunia
demi untuk mengalirkan air sungai atau menanam kayu-kayuan. Tapi hanya untuk
menutup hawa di kala panas dan menghadapi saat-saat yang gawat serta untuk
menambah ilmu pengetahuan, keimanan dan ketaatan”.
Lalu, diulurkanlah
tangannya seolah hendak bersalamandnegna maut. Saat keberangkatannya ke alam
ghaib, masih sempat ia mengatakan, “selamat datang wahai maut. Kekasih tiba di
saat diperlukan”. Dan nyawa Muadz bin Jabal pun melayanglah menghadap Allah.
Umar berkata, ‘sekiranya aku mengangkat Muadz
sebagai pengganti, lalu ditanya oleh Allah mengapa aku mengangkatnya, maka akan
aku jawab, ‘aku dengar nabiMu bersabda, “bila ulama menghadap Allah Azza wa Jalla,
pastilah Muadz akan berada di antara mereka”. Sebelum menghembuskan napasnya
yang terakhir, Umar pernah ditanya orang, ‘bagaimana jika anda tetapkan
pengganti anda?’
Maka, ujar Umar, ‘seandainya Muadz bin Jabal
masih hidup, tentu aku angkat ia sebagai khalifah. Dan kemudian bila aku
menghadap Allah Azza wa Jalla dan ditanya tentang pengangkatannya, “siapa yang
kamu angkat menjadi pemimpin bagi umat manusia?”
Maka akan aku jawab, ‘aku mengangkat Muadz bin Jabal setelah
mendengar nabi bersabda, “Muadz bin Jabal adalah pemimpin golongan ulama di
hari kiamat”.